Pengumuman

selamat datang di blog adree291, demi kemajuan kita, maka komentar, saran dan kritik anda gw tunggu, send me an email to adrielfikri@gmail.com

selamat datang anak bangsa!!!

ketika yang berserak kini berhimpun, dengan menatap masa depan meraih mimpi mewujudkan cita-cita kemerdekaan dengan semangat Independen jiwa dan diri sebagai Hamba Allah yang senantiasa berada dalam Limpahan Karunia Ilahi

Sabtu, 07 Agustus 2010

Kristiani di Negara Islam

“..Orang Kristen di Negara-negara Islam membutuhkan dukungan dari Orang Muslim di Negara-negara Kristen..” (Alamy, 2006)

“Yah, memang sudah saatnya ada yang mengemukakan hal ini bukan?” kata seorang Kristen, ketika ia melihat Paus Benediktus datang ke Turki, dan menyatakan pentingnya penghargaan terhadap hak-hak orang Kristen, maupun orang-orang non muslim lainnya di sana.

Saat ini, Turki sedang dipertimbangkan sebagai salah satu anggota Uni Eropa. Paus Benediktus, pimpinan tertinggi Gereja Katolik Roma, dalam kunjungannya kesana menyatakan bahwa Turki harusnya memberikan ruang kepada orang-orang non muslim di negara mereka sebagai salah satu tanda layaknya Turki diterima sebagai salah satu anggota Uni Eropa. Argumennya begini, karena di negara-negara Barat yang mayoritas Kristen, minoritas Muslim diberikan hak penuh untuk mempraktekkan iman dan kepercayaannya, maka negara-negara Barat tersebut mengharapkan agar negara-negara Muslim menunjukkan rasa hormat terhadap hak-hak orang-orang Kristen, dan non Muslim pada umumnya, untuk juga mempraktekkan iman dan kepercayaan mereka.

Memang, pelanggaran terhadap hak-hak orang non Muslim untuk mempraktekkan iman dan kepercayaan mereka di negara-negara Muslim seringkali dilanggar. Di Arab Saudi, orang-orang non Muslim dilarang untuk beribadah sesuai dengan iman dan kepercayaan mereka. Di Nigeria dan Sudan, orang-orang non Muslim juga
harus mentaati kebijakan Syariah disana pada tahapnya yang paling ekstrem. Di Iran, sekitar 30.000 orang Kristen dan 30.000 orang Yahudi melaporkan bahwa mereka telah diperlakukan secara diskriminatif melalui propaganda-propaganda media. Para pengikut Bahai bahkan menderita diskriminasi yang lebih parah.

Seringkali, pembicaraan tentang resiprokalitas antar agama seringkali sudah dipenuhi bias. Negara-negara Kristen di Barat juga memiliki kewajiban untuk menghormati semua kelompok agama di negara mereka secara adil. Bahkan, walaupun di negara-negara Islam, orang-orang Non Muslim seringkali diperlakukan tidak adil, tetapi itu sama sekali bukan alasan bagi negara-negara Kristen di Barat untuk bersikap tidak adil juga kepada orang-orang Muslim di negara mereka.

Tetap saja, ketidakadilan yang diderita orang-orang non Muslim di negara-negara Islam telah menjadi perhatian dunia, dan tidak hanya perhatian Gereja. Penghargaan terhadap hak seseorang untuk beriman dan mempraktekkan imannya itu merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya “Benturan antar Peradaban”. Jika setiap negara, baik itu negara Kristen ataupun Negara Muslim, menjamin hak setiap orang untuk beribadah sesuai dengan iman dan kepercayaannya masing-masing, maka itu juga akan menjadi paradigma kontra terhadap pandangan yang menyatakan bahwa suatu tempat hanya boleh dihuni oleh orang-orang yang berasal dari satu agama saja.

Semua upaya ini tidak bisa hanya dilakukan oleh satu pihak, misalnya pihak Gereja saja. Masyarakat sendiri harus menciptakan jaringan di antara mereka. Jaringan yang paling efektif adalah orang-orang Kristen di negara Islam haruslah memulai kerja sama dengan para pemikir Islam di negara-negara Kristen, terutama untuk memperluas wawasan masing-masing, serta memulai dialog antar agama yang tidak dogmatis dan terbuka. Kerja sama macam ini dapat memberikan semacam penafsiran baru yang lebih manusiawi atas ajaran-ajaran agama masing-masing, terutama di negara-negara Islam yang masih bersikap diskriminatif terhadap komunitas non Muslim minoritas. Para pemikir Muslin di negara-negara Barat biasanya sudah memiliki paradigma yang mencukupi tentang toleransi agama, dan dapat menjadi pihak penjelas yang baik bagi negara-negara Islam yang masih tertutup tersebut.

Negara demokrasi modern tidak dapat didirikan di bawah fondasi yang bersifat diskriminatif, apapun bentuk diskriminasinya. Pelaksanaan hak-hak asasi manusia, dengan segala keterbatasannya, dapat menjadi ‘pagar pengaman’ dari segala bentuk diskriminasi.

Negara-negara Teokrasi, yang menjadikan satu agama sebagai dasar negaranya, mungkin memiliki tujuan-tujuan luhurnya sendiri. Akan tetapi, dalam konteks masyarakat plural dan multikultur sekarang ini, tujuan luhur tersebut tidak lagi dapat dimutlakkan. Penyangkalan atas hal ini hanya akan mengakibatkan konflik lebih jauh. Orang-orang Muslim di negara-negara Kristen Barat tampaknya harus mulai melihat dan menyebarkan kesadaran semacam ini..

maka, akankah Kita tetap mengintimidasi dan mendiskriditkan perbedaan faham dan keuakinan????

1 komentar:

  1. kesadaran.. mungkin itu satu kata yg menurutq sangat berpengaruh dg smua yg mas tulis diatas.. kesadaran manusia memiliki tingkatan2 yg menurutq berbeda kualitas n kuantitasnnya antara satu orng dg org yg lainnya. sebelum kesadaran masyarakat qta terbentuk akan banyaknyaknya perbedaan disekitarnya, akan indahnya keberagaman dilingkunganannya aq rasa demokrasi n bhineka tunggal ika hanya akan jadi penghias diding sekolah n perkantoran..

    ya setidaknya itu menurutq

    BalasHapus