Pengumuman

selamat datang di blog adree291, demi kemajuan kita, maka komentar, saran dan kritik anda gw tunggu, send me an email to adrielfikri@gmail.com

selamat datang anak bangsa!!!

ketika yang berserak kini berhimpun, dengan menatap masa depan meraih mimpi mewujudkan cita-cita kemerdekaan dengan semangat Independen jiwa dan diri sebagai Hamba Allah yang senantiasa berada dalam Limpahan Karunia Ilahi

Selasa, 07 Juli 2009

Tri Dharma Perguruan Tinggi Yang Tersisihkan

Baik jika diingat disini,
“bagi siapa yang ingin menguasai dunia, maka harus baginya memiliki ilmu, bagi siapa yang ingin menguasai akhirat, maka baginya harus memiliki ilmu, dan bagi siapa yang ingin memiliki keduanya maka baginya pula harus memiliki ilmu”

Relative memang, tapi disadari atau tidak, ilmu memiliki sifat yang terus melindungi manusia dari kekangan alam yang terus berkembang, sejajar dengan itu pula kita sebagai mahasiswa mempunyai tuntutan untuk “mencari siapa diri kita sebenarnya?” membebaskan diri kita dari waktu yang selalu mendorong kita tetap akan terjtuh pada lubang kenistaan, yang akhirnya membuat kita tak berarti bagi kehidupan social. Karena telah dikatakan “sebaik-baiknya manusia adalah mereka yang bermanfaat bagi manusia lainnya” . bagaimana dengan kita?? Ketika kita diam dan terus dalam ketidaktahuan, maka mungkin kita juga bisa menjawabnya….

Kekangan dan keterkungkungan kita sebagai manusia yang juga mengemban amanat sebagai mahasiswa yang disertai perasaan yang selalu mendorong kita masuk ke dalam ketidaktahuan dan kebodohan, hal ini tanpa disadari membuat kita tidak percaya diri dan cenderung apatis. Kita lebih memikirkan nilai, dan atau kita lebih cenderung memikirkan dunia kita dangan segala pencitraan yang lebih menjurus kepada segala kenikmatan dunia. Akhirnya kita takut kepada sebuah kegagalan di masa depan yang seharusnya masa depan itu ditentukan bagaimana kita berbuat di masa yang akan kita lalui perdetiknya dimulai pada pertama kali kita membuka mata.

Mahasiswa yang sehari-harinya menjalani aktivitas akademik, seakan menjalaninya sebagai formalitas yang dinilai berjalan sebagai kewajiban fundamental sebagai mahasiswa yang merupakan bagian daripada proses belajar setelah lulus dari jenjang pendidikan sebelumnya. Perlu dikaji kembali oleh kita sebagai subjek daripada perjalanan kita selama berada dalam prioritas kita menjalani kegiatan akademisi, mengapa mahasiswa berpakaian bebas? Mengapa kita disebut MAHA-SISWA? Apakah benar kita belajar lebih tinggi daripada apa yang telah kita pelajari dari SD s/d SMA? Lalu apakah kita bangga dan yakin bahwa setelah ini kita menjadi lebih berharga daripada mereka yang tidak kuliah? Hal kecil memang, tapi ini menjadi hal yang lebih besar ketika kita mengetahuinya, lebih besar dan berefek besar daripada yang dibayangkan…

Jika kita rasakan pada setiap realita yang terjadi hari ini, kita bagaikan robot yang segala sesuatunya berjalan sesuai dengan apa yang seharusnya kita lakukan dan dengan mau tidak mau melakukan intruksi orang lain tanpa melihat apa yang terjadi disekeliling kita, maka jika kita berangkat dari sini apakah kita bisa membebaskan diri dari hal yang sebenarnya kita tidak ketahui dasarnya? Kita menjalaninya mungkin hanya untuk hal materialistis, Kita menjalaninya tanpa kesadaran waktu, tanpa mengetahui apa segi positif dan negative yang akan kita dapatkan setelah melakukan hal tersebut, bila itu terjadi, maka yakinkah apa yang diharapkan itu akan kita dapatkan didalam ketidak tahuan kita? di dalam tingkah kita yang selalu bertindak sesekali sebagai sosok yang skeptis? Apatis? Menjadi sosok yang tidak guna bagi orang lain bahkan bagi dirinya sendiri?

Dari bentuk apatis tersebut, dan dari bentuk keragu-raguan kita sebagai mahasiswa, kita di benturkan di dalam ruang yang sungguh dilematis, banyak yang jatuh ke ruang kenistaan lantaran permasalahan orang tua, ada yang frustasi lantaran patah hati, “Oh NO.” “BUNG!!! Kita berada di INDONESIA, Bangsa ini tercipta BUKAN Karena kisah ROMANTIKA ROMEO DAN JULIET, Bukan Juga tercipta KARENA PERJUANGAN RAMA MENDAPATKAN SHINTA. Tapi Bangsa Ini Merdeka karena PERJUANGAN SEGENAP BANGSA MENUMPAHKAN DARAHNYA DI ATAS TANAH PERTIWI!!!”

“bung!!!,kalo jasmani yg berupa daging ini akan busuk musnah pada masanya... bahkan masih hiduppun tanpa sentuhan sabun dan parfum jasmani ini tetap bau... mengapa kita justru memobilisasi seluruh daya dalam hidup ini untuk kepentingan jasmani dgn semua kenikmatannya?!. padahal ruhani yg kekal abadipun terbaikan?”

Dunia romantika memang begitu indah, dan kewajiban belajar bagi Mahasiswa yang menjadi terlalu fundamentalis juga tidak dapat di salahkan, walaupun nantinya di rasakan atau tidak justru akan menjadi mahasiswa yang “kolot”, “SARJANA yang KOLOT”, hal ini dikarenakan kehidupan yang kita jalani saat ini terlalu dimakan oleh hal yang menjadi suatu kefanatikan terhadap dunia, ilmu yang di majukan hanya untuk meraih penghargaan sementara, tapi kita pun hanya membuka”jendela dunia” hanya seminggu tujuh kali, akan tetapi baik bila dipadukan dengan nilai dasar bahwa di setiap individu kita memiliki aturan serta keyakinan yang kita nilai ini adalah hubungan antara kita sebagai khalifah-Nya dengan Tuhannya.

Artinya, baik bila muda kini kita gunakan untuk membangun peradaban yang nantinya akan dirasakan oleh anak dan cucu serta kemajuan suatu Negara. Karena, bila kita kembali pada apa yang telah diamanatkan Tuhan kepada Umatnya, “sesungguhnya Aku menciptakan kalian berpasang-pasangan, bersusu-suku, dan berbangsa hanya untuk saling mengenal” yang kemudian di juruskan kepada, “ tidak ada yang bisa merubah suatu kaum selain kaum itu sendiri”, dan di tambahkan, “sebaik-baiknya MANUSIA adalah YANG BERMANFAT bagi ORANG LAIN”, dari sini maka tuntutan pun semakin bertambah. Bung, didunia ini kita tak untuk selamanya, hidup ini perlu adanya kemerdekaan, dan orang yang merdeka adalah orang yang mampu menentukan arah hidup tanpa adanya paksaan. Dan ingat, untuk suatu kebebasan kita memerlukan suatu perjuangan, dimana perjuangan itu kita dihadapkan oleh suatu pertanyaan, “Menang atau Mati?”.

Karena dari itu, Kita sebagai mahasiswa seharusnya memiliki nilai-nilai yang sangat ideal yang tanpa disadri kita memilkinya sejak lama, di umur yang “cukup” itu pula nilai-nilai itu bergeser dan kini sebagian besar mahasiswa tidak “tau” apa filosofi daripada nilai-nilai tersebut atau bahkan “tidak tau menau” nilai-nilai yang bermuara pada Tri Dharma Perguruan Tinggi, yang berbunyi:
1. Pendidikan / Penelitian
2. Pengembangan
3. Pengabdian kepada Masyarakat

Ketiga nilai inilah yang seharusnya menjadi paradigm atau batu pijakan dari pola pikir mahasiswa dalam mengimplementasikan wacana keilmuannya berlandaskan pada penelitian yang diartikan bahwa kita harus melihat langsung secara praksis dengan tidak meninggalkan rasionalitas kita sebagai manusia yang tidak saja terpaku pada nilai-nilai teoritis. Mahasiswa jelas berbeda dengan siswa dari SD s/d SMA, dan itu kita dapat katakan dengan tegas di hadapan dunia sekalipun. Maka dari itu, jangan juga kita terpaku pada formalitas kita sebagai “jebolan” darinya, karena pada dasarnya di akui atau tidak, Mahasiswa mempelajari pelajaran-pelajaran yang lebih rendah daripada pelajaran-pelajaran yang diajarkan di TK. Mahasiswa mencari, apa dia dan akan seperti apa dia kelak? Siapkah kita mahasiswa menjadi sosok yang bertanggung jawab ketika mati nanti? Mampukah kita memberikan kebahagian sebelum tercabutnya nyawa orang tua?? Dan banyak pertanyaan-pertanyaan yang mengacu pada hal tersebut, Ini adalah hal yang teramat kecil dan tanpa disadari inilah pelajaran yang sesungguhnya yang harus kita dapati penjawabanya daripada bagaimana kita mampu berfikir bebas.

Dari hal di atas tersebut, kita akan mengembangkan hidup ini dari ilmu yang telah didapat dari proses pembelajaran di SD s/d SMA, maka dari itu, ketika menjadi Mahasiswa pakaian tidak lagi diseragamkan agar pola pikir ini terbebaskan yang tanpa adanya “Tanda Seru” dari dosen atau siapapun dia. bagaimana kita dapat menjawabnya di tentukan bagaimana pikiran kita yang berlandaskan daripada penelitian dan pendidikan yang telah di dapat. Yang kemudian kita akan di uji secara langsung di hadapan masyarakat. Maka, kenapa syarat akhir daripada universitas atau perguruan tinggi adalah tulisan-tulisan yang berdasarkan dari hasil penelitiannya dan dikembangkan dengan kata-kata.

Namun, seperti inilah keadaan bangsa kita hari ini. Entah kenapa nilai-nilai dasar ini tercoreng, apakah ini dikarenakan kehausan kita akan dunia, atau mungkin juga kita terlalu ambisius oleh akhirat kita demi tergenggamnya surga??

Terlalu naïf bila kita terlalu percaya diri untuk mendapatkan surga setelah hidup ini dengan hanya menjalankan kewajiban dan sunnah agama. Perlu di ingat di sini, “LAKUKAN di DUNIAMU untuk AKHIRATMU!!!”, karena dari itu,”Orang-orang yang SHALATpun BELUM TENTU MASUK SURGA!!”

Maka, kita belajarlah dari bagaimana kita mampu membebaskan diri dari ilmu yang kita miliki, dengan pemaknaan penuh inspirasi menjadi plopor daripada kemerdekaan berfikir agar kita mampu menentukan kemana arah hidup ini yang pada dasarnya dilindungi oleh agama dan berada dalam ruang lingkup social yang terdapat banyak perbedaan.

Kita harus menyeimbangkan antara Hablumminannas (hubungan Kita dengan manusia lainnya) dan Hablumminallah (hubungan kita dengan tuhan) dan Hablumminal Alam (hubungan kita dengan alam) yang akhirnya kita menjadi ulul albab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar